Berita Sepak Bola Terpercaya

La Liga dan Bundesliga Terancam Monopoli Premier League

La Liga dan Bundesliga Tekad Hambat Monopoli Premier League

news7up.com – Boleh saja La Liga menepuk dada lantaran prestasi hebat klub-klubnya di pentas Eropa. Tiga tahun terakhir klub-klub Spanyol selalu mengawinkan gelar Liga Champions dan Europa League. Bundesliga juga tidak mau kalah dalam upaya bersaing dengan klub-klub Spanyol di kancah Eropa.

Namun, soal bisnis dan image global, tetap saja mereka masih kesulitan membendung dominasi Premier League. Dalam urusan penetrasi pasar Asia, Afrika, dan Amerika, mereka tetap lebih hebat.

Agar tidak terjadi monopoli Premier League dalam penetrasi pasar dunia, La Liga dan Bundesliga terus melakukan invasi serta invasi global. Dalam dua tahun terakhir, La Liga membuka dua kantornya di Afrika. Yakni, di Johannesburg, Afrika Selatan, dan Abuja, Nigeria.

Bundesliga juga tidak mau kalah. Mereka mulai membuat aplikasi berbahasa Spanyol dan Mandarin untuk penetrasi pasar dunia. Untuk bahasa Spanyol, yang menjadi targetnya adalah negara-negara di Amerika Selatan. Klub raksasa Jerman Bayern Muenchen juga sangat membantu naiknya citra Bundesliga.

Ya, Bayern sudah membuka dua kantor perwakilan di New York, Amerika Serikat, dan Shanghai, Tiongkok. Tentunya itu selain beberapa akademi kecil yang dibangun klub-klub Jerman dan juga Spanyol di berbagai belahan dunia. Semua itu dilakukan untuk menaikkan pamor liga.

Akhir Juli lalu Presiden La Liga Javier Tebas meresmikan kantor keduanya di Afrika. Sebagaimana diberitakan Marca, Tebas menyatakan akan melakukan inaugurasi pembukaan kantor La Liga di Abuja dengan laga persahabatan. Yakni, menggelar laga Valencia versus Nigeria All-Star pada 10 Agustus mendatang.

’’Bahkan, klub sekelas Barcelona pun suatu saat akan berkunnung ke Nigeria. Dan, itu akan menunjukkan betapa bergengsinya NPFL (Liga Nigeria, Red) di sini,’’ kata Tebas.

Kantor La Liga di Abuja menjadi kantor kelima La Liga di luar Spanyol. La Liga memiliki kantor representasi di New York (AS), Shanghai (Tiongkok), Dubai (UEA), dan Johannesburg (Afsel).

Tebas kepada Variety pun mengatakan bahwa La Liga memang sedang di posisi apik menuju pasar sepak bola global. Misalnya, hak siar La Liga pada musim 2015–2016 terjual di angka EUR 615 juta (sekitar Rp 8,99 triliun).

Harga itu jauh lebih mahal ketimbang prediksi awal yang diperkirakan di angka EUR 600 juta (Rp 8,77 triliun). Memang, kalau dibandingkan dengan Premier League di Inggris yang hak siarnya hingga 2019 di angka Rp 88,7 triliun, hak siar La Liga masih rendah. ’’Menjadi bagian dari globalisasi adalah satu keharusan yang tidak bisa disangkal lagi. Kami harus mengekspor brand dari La Liga itu sendiri,’’ tutur Tebas.

Tebas pun mengungkapkan, memang adanya sentralisasi hak siar yang dipegang oleh La Liga membuatnya lebih  mudah menjual brand-nya. Namun, menurut Tebas, memang mereka kalah start sehingga Premier League lebih laku dijual ke seluruh penjuru dunia.

Kalau boleh jujur, merangkaknya La Liga ke kompetisi yang serius menjadi penantang Premier League adalah berkat rivalitas dua raksasanya. Yakni, Real Madrid dan Barcelona.

Variety menulis, tiga kandidat peraih FIFA Ballon d’Or tahun ini, Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Neymar, dari Spanyol cukup menunjukkan bagaimana dominannya La Liga.

Dalam situs resmi La Liga, Tebas mengatakan bahwa Johannesburg akan menjadi sentral dan percontohan bagi Abuja. Misalnya, dalam hal program pengembangan pemain muda.

Di program Future Champions yang sudah bergulir, 10 ribu anak-anak di Johannesburg dan Afsel akan mendapat football clinic dari La Liga plus kesempatan bertanding. Dari seluruh peserta, akan dipilih tiga pesepak bola kecil di bawah usia 15 tahun yang mendapat pelatihan sepak bola di Spanyol.

Manajer Pemasaran La Liga Vicente Casado kepada Marca pun menggarisbawahi bahwa Nigeria adalah pasar yang potensial buat perkembangan La Liga. Di antara total 182 juta penduduk Nigeria, 15 juta menonton La Liga.

’’Bahkan, karena kesulitan mendapat siaran televisi, penduduk Nigeria menyaksikan pertandingan melalui tayangan streaming di handphone,’’ terang Cadaso.

Kemudian, strategi lain yang dilakukan La Liga ialah memilih sosok yang kuat sebagai represntasi mereka di kantor tersebut. Misalnya, mantan legenda Real Madrid Raul Gonzalez yang dipasrahi country manager Amerika Serikat.

Raul memang punya unsur kedekatan dengan AS sehingga dipilih Tebas sebagai wakil La Liga. Pemain yang mencetak 228 gol dalam 16 tahun pengabdiannya bersama Real itu memutuskan gantung sepatu bersama klub AS New York Cosmos pada 2015.

Kepada situs resmi La Liga, Raul membeberkan betapa pentingnya menyebarkan virus sepak bola di AS. Sebab, hingga kini, basket, baseball, dan American football adalah tuan rumah yang susah digeser. ’’Pasar AS terhadap sepak bola sesungguhnya sangat besar dan potensial. Memang, penetrasi pasar sepak bola tidak akan langsung sukses. Namun, ketika rajin berinovasi, semuanya akan bisa terjadi,’’ tutur pria berusia 39 tahun itu.

Raul pun kerap mengenalkan sepak bola dengan menggelar kelas kepada anak-anak di kawasan AS. Akhir tahun lalu, di hadapan seratus pesepak bola AS, pemain yang punya caps 102 kali dengan  timnas Spanyol itu memberikan kuliah terbuka soal manajemen olahraga.

Direktur Pemanasaran La Liga kawasan Asia Barat dan Afrika Utara Fernando Sanz menuturkan, dirinya siap membantu anak-anak di Dubai meningkatkan kemampuan bermain sepak bolanya dengan bergabung dalam program La Liga High Performance Centre.

Sementara itu, selain La Liga yang berinovasi untuk merangkul fans di luar Eropa, Bundesliga melakukan hal yang sama. Sebagaimana diberitakan situs resmi Bundesliga, musim ini aplikasi Bundesliga akan hadir dalam dua bahasa baru. Yakni, bahasa Mandarin dan Spanyol.

Bundesliga pantas berbangga karena mereka menjadi liga Eropa nomor satu yang dipantau oleh orang Tiongkok. Bekerja sama dengan pengirim pesan produk Tiongkok Weibo, Youku, dan Wechat, pemain-pemain Bundesliga lebih dikenal ketimbang pemain-pemain liga Eropa yang lain.

Kemudian, Bundesliga berbahasa Spanyol ini bertujuan bukan hanya penonton di semenanjung Iberia. Tetapi, penetrasinya lebih kepada penggemar Bundesliga di kawasan Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Sebelum adanya fitur tambahan edisi bahasa Mandarin dan Spanyol untuk musim 2016–2017, aplikasi Bundesliga di Google Store hanya tersedia dalam bahasa Jerman dan Inggris.

Exit mobile version