Kegilaan klub-klub Cina merekrut pemain-pemain mahal bermula dari keinginan Perdana Menteri Cina Xi Jinping yang bermimpi negeri itu menjadi kekuatan baru sepak bola. Keinginan ini disambut meriah para pemilik klub di sana.
Mulailah para pemain kelas dunia berdatangan ke sana. Guangzhou Evergrande membeli Jackson Martínez dari Atlético Madrid dengan biaya transfer 32 juta pound sterling. Sedangkan Jiangsu Suning membeli Ramires dari Chelsea dengan harga 20 juta pound sterling.
Di sisi lain, gerojokan uang di sana tak sepenuhnya mengangkat nama-nama bagus dari pemain lokal. Untuk sementara, pemain-pemain Korea Selatan dan Jepang tetap di atas pemain-pemain Cina.
Yang terjadi, para pemain lokal mendapat bayaran yang besar, meski sebenarnya kualitas mereka tak semahal harganya. Contohnya Zhang Lu. Kiper 29 tahun yang baru dua kali membela tim nasional Cina itu dibeli dengan harga 8 juta pound sterling.
Harga itu jauh lebih mahal daripada pembelian Liverpool terhadap kiper Mainz, Loris Karius, dengan 4,5 juta pound sterling. Sudah tak masuk akal, memang. Itu sebabnya, pemerintah Cina akan membatasi nafsu klub di sana mendatangkan pemain bintang. Selain itu, mereka akan membuat batasan tentang nilai transfer tertinggi.
“Yang harus kami lakukan adalah membangun klub yang bisa berumur seratus tahun,” kata juru bicara pemerintah. “Kami akan menghilangkan klub-klub yang berpotensi bangkrut dari liga profesional.”
Pengalaman klub Anzhi Makhachkala di Rusia bisa jadi contoh kerakusan bagi klub-klub asal Cina itu. Setelah berhasil mendatangkan pemain-pemain hebat macam Roberto Carlos dan Samuel Eto’o, klub itu akhirnya harus melepas satu per satu pemainnya.
“Penyebabnya, pendapatan dan pengeluaran tak sebanding,” kata presiden klub itu, Konstantin Remchukov, tiga tahun lalu. Belakangan, klub itu pun memilih memarkir uangnya guna membina pemain usia dini.
Itu yang kini diinginkan pemerintah Cina terhadap klub-klub di sana. Uang sebesar itu selanjutnya diproyeksikan untuk membangun akademi sepak bola. Investasi tersebut memang tidak sebentar serta hening dari ingar-bingar pemberitaan dan mungkin juga sponsor. Tapi langkah ini bisa menyelamatkan sepak bola.