oleh

Gegenpressing vs Tiki Taka Ini Perbedaan Dasar dari Kedua Teknik

Apa Itu TIKI Taka vs gegenpressing dan mana yang lebih unggul? Kali ini kita akan membahasnya di sini dengan berkaca pada pertandingan antara dua tim yang memakai sistem main tersebut, yaitu Barcelona (tiki-taka) dan Liverpool (gegenpressing).

Ketimbang gegenpressing, tiki-taka tentu lebih dikenal lebih dulu oleh pencinta sepakbola dunia. Sistem ini dapat dikatakan sebagai perkembangan dari total football yang sempat diterapkan Johan Cruyff sewaktu melatih Barcelona pada 1988-1996.

Otak dari pengembangan total football menjadi tiki-taka adalah Josep Guardiola yang melatih Barcelona pada 2008-2012. Inti dari tiki-taka adalah mendominasi penguasaan bola dengan kombinasi operan-operan pendek cepat yang bertujuan merusak pertahanan lawan.

Tiki-taka membawa Barcelona meraih banyak kesuksesan bahkan setelah Guardiola pergi dari Camp Nou. Sistem main ini juga diterapkan di Tim Nasional (Timnas) Spanyol yang membawa La Furia Roja juara Piala Eropa (2008 dan 2012) dan Piala Dunia (2010).

Namun, perubahan kerap terjadi dalam dunia sepakbola, termasuk dalam sistem main. Oleh sebab itu, munculah sistem main unik yang dikembangkan Jurgen Klopp, yaitu gegenpressing. Klopp mulai dikenal dengan gegenpressing saat melatih Borussia Dortmund pada 2008-2015.

Gegenpressing menuntut para pemain untuk merebut bola secepat mungkin sesaat setelah kehilangan dengan tujuan untuk melakukan serangan cepat dan mendapatkan peluang berbahaya. Para pemain harus menekan lawan secara konsisten dan terorganisir agar gegenpressing dapat berjalan lancar.

Klopp membawa Dortmund meraih beberapa gelar bergengsi dengan gegenpressing. Dia pun mengembangkan gegenpressing lagi saat menukangi Liverpool (2015 hingga sekarang).

Lalu, lebih hebat tiki-taka atau gegenpressing? Hal ini sulit dijawab, tetapi Anda mungkin bisa menarik kesimpulan sendiri dengan menilik pertemuan Barcelona vs Liverpool di semifinal Liga Champions 2018-2019.

Bentrokan kedua tim itu juga menjadi pertarungan antara tiki-taka dengan gegenpressing. Pada leg I di Camp Nou, gegenpressing Liverpool tidak berkutik di hadapan tiki-taka Barcelona.

Liverpool bisa menekan penguasaan bola Barcelona sehingga hanya menyentuh 47 persen. Akan tetapi, The Reds gagal mengeleminasi operan-operan pendek Barcelona sehingga banyak bahaya terjadi di kotak penalti The Reds. Alhasil, Liverpool pun kalah telak 0-3.

Namun, hal luar biasa terjadi di Anfield, tempat leg II berlangsung. Meski tanpa Roberto Firmino dan Mohamed Salah yang cedera, Liverpool mampu menghancurkan Barcelona 4-0.

Kali ini, Klopp telah belajar dari kekalahan sebelumnya. Gegenpressing pun berjalan lancar sehingga Barcelona tidak leluasa mengembangkan permainan meski mendominasi penguasaan bola hingga 70 persen. Oleh sebab itu, The Reds bisa menyegel tiket final, lalu menjadi juara Liga Champions usai mengalahkan Tottenham Hotspur 2-0.

Pertandingan itu menunjukkan, bahwa tiki-taka dan gegenpressing bisa saling mengalahkan. Menarik untuk melihat dua sistem main ini bertemu lagi di masa depan. Sebab, itu tentu akan menjadi pertandingan yang amat sengit.