oleh

Bayern Munich Versus Manchester City, Dua Raksasa Eropa Bergaya Spanyol

www.news7up.com – Partai besar di Allianz Arena nanti malam mempertemukan dua klub Jerman dan Inggris, namun pertandingan matchday pertama Grup E Liga Champions ini juga tak bisa dipisahkan dari keterikatan dengan Spanyol.

Sejak tahun lalu Bayern Munich dinakhodai oleh seorang pria asal Negeri Matador, Pep Guardiola, danManchester City juga menunjuk pelatih “alumnus” La Liga, Manuel Pellegrini, sebagai suksesor permanen Roberto Mancini.

Soal amunisi, terdapat total tujuh personel dari Spanyol yang memperkuat kedua kubu. Ini belum termasuk pemain-pemain negara lain yang juga pernah merumput di Primera, misalnya Arjen Robben, Sergio Aguero, Martin Demichelis, dan Yaya Toure.

Karena itulah, gaya eksotis sepakbola Spanyol pun belakangan lekat dengan The Bavarians maupun The Eastlands, dan Goal Indonesia mengulasnya untuk Anda di bawah ini.
 

  BAVARIA RASA SPANYOL



Aroma Spanyol di Sabener Strasse tak pernah sekental saat ini. Pembelian Xabi Alonso dari Real Madrid menandai masuknya legiun Matador kelima ke dalam skuat Bayern Munich, yang ketiga khusus pada jendela transfer musim panas menyusul Juan Bernat dan Pepe Reina.

Tahun lalu Pep Guardiola memboyong mantan anak didiknya di Barcelona, Thiago Alcantara, pada awal masa kepemimpinannya sebagai suksesor Jupp Heynckes, dan semusim sebelumnya Bayern memecahkan rekor transfer Bundesliga dengan menebus seorang Javi Martinez seharga €40 juta. Mudah mencermati bahwa mayoritas pemain Spanyol datang ke Bavaria setelah Guardiola menangani tim. Ini memang hal yang terbilang lazim dilakukan seorang pelatih asing.

Meski Guardiola telah cukup cakap berbahasa Jerman, komunikasi dengan sesama orang Spanyol pastinya akan lebih lancar. Kesamaan kultur pun jelas sangat membantu sang bos untuk menanamkan filosofi permainan yang dikehendakinya.

Dalam tempo hanya setahun dipegang Guardiola, gaya Si Merah berubah signifikan. Awal transisi Bayern menjadi penganut possession football telah dimulai sejak era Louis van Gaal, dan kala merebut treble winners bersama Heynckes pun rataan penguasaan bola The Bavarians di ajang Liga Champions hanya kalah dari Barcelona (54 berbanding 66 persen). Namun, dominasi Bayern melonjak ke level lebih ekstrem di tangan Pep. Di Liga Champions musim lalu mereka menjadi tim dengan rataan possession terbaik (65 persen), bahkan melampaui Barca (62 persen)!

Selain sangat benci kehilangan bola, Guardiola juga dikenal kerap melakukan perubahan konstan terkait posisi anak buahnya di lapangan. Terlepas dari kesamaan negara, kehadiran Alonso dan Bernat cocok untuk mengakomodasi dua hal tersebut. Walau tak lagi muda, Alonso masih mumpuni dalam perannya sebagai jangkar, dan jangkauan passing-nya yang luas sangat berguna bagi tim. Sementara keberadaan Bernat dapat dimanfaatkan Guardiola untuk memainkan David Alaba sebagai gelandang sentral, posisi aslinya sebelum difungsikan menjadi bek sayap kiri. Ini telah sering dicoba di kancah domestik awal musim ini, termasuk dalam kemenangan 2-0 atas Stuttgart akhir pekan lalu.

Rabu (17/9) malam ini, Bayern dan koneksi Spanyol mereka akan mengawali perjalanan di grup maut Liga Champions dengan menerima kedatangan Manchester City. Menarik, karena jawara Inggris itu juga memakai cukup banyak jasa alumnus La Liga, termasuk manajer Manuel Pellegrini.

 

  PELLEGRINI BIKIN CITIZENS
LEBIH ATRAKTIF



Uang. Kata itu mungkin saja langsung terbesit seketika mendengar nama ‘Manchester City’. Wajar saja, sejak kedatangan raja minyak dari Abu Dhabi, City rajin belanja bintang dengan harga yang super mahal. Nama-nama seperti Carlos Tevez, Robinho, Yaya Toure, David Silva, dll menjadi pemain mahal yang sempat menaungi skuat Citizens. City memang ‘dibangkitkan’ dengan uang yang besar.

Namun kalau sekarang masih ada anggapan bahwa kekuatan City ada pada uang, coba dipikir ulang. Bicara soal City sekarang bukan lagi soal uang belanja yang tak terbatas, melainkan daya tarik mereka saat berlaga di lapangan. Ya, daya tarik yang timbul berkat penanaman mentalitas yang dilakukan oleh Manuel Pellegrini.

Sebagai gambaran, ia mampu membawa Villarreal ke masa tersukses sepanjang sejarah dengan membawa mereka ke semi-final UCL (2005/06) dan menggeser dominasi Real – Barca (2007/08). Sempat pula menangani Los Blancos di musim 2009, tapi gagal menorehkan bekas karena faktor luar lapangan.

Selanjutnya, ia sukses membawa Malaga lolos dari jurang degradasi di musim pertama dan membawa mereka ke babak delapan besar UCL – lebih dari hebat untuk ukuran klub debutan. Adapun, prestasi tersebut tak pernah lepas dari filosofi yang ia tanam: sepakbola menyerang.

Lama berkelana di Spanyol, tahun lalu Pellegrini mendarat di Inggris. Di Etihad Stadium, ia tak banyak menunjukkan gaya permainan Spanyol. Walau banyak pemain yang besar di La Liga, Pellegrini tetap menerapkan gaya menyerang kesukaannya. Strategi yang diterapkan Pellegrini memang tak seelegan tiki-taka Pep Guardiola. Tidak pula seagresif gegenpressing Jurgen Klopp. Bisa dikatakan ada di tengah-tengah mereka berdua, tapi 102 gol yang ia hasilkan dalam semusim tentu menjadi bukti dari permainannya yang menarik.

Begini gaya khas Pellegrini; ia menerapkan sistem simpel yang digabungkan dengan bakat serta agresivitas, sekaligus disiplin dan cerdas. Ia juga memaksimalkan peran pemain yang ada. Pesan yang ia sampaikan jelas: sepakbola kreatif yang selalu berpikir untuk mencetak gol. Atraktif!

Dan jelang laga kontra Bayern Munich, ada satu kutipan menarik dari Pep soal manajer asal Cili ini: “Tak peduli di mana ia melatih, timnya selalu bermain dengan gaya yang sama. Jejaknya, kekhasannya, selalu ada di sana. Itu terjadi di Villarreal, Malaga, dan Real Madrid, dan saya selalu mengalahkannya karena saya jadi pelatih salah satu tim terbaik di dunia dan dalam sejarah Barcelona.”

Jadi, kalau sekarang masih ada yang melabeli City sebagai klub boros dan uang semata… mungkin Anda salah menunjuk klub.