oleh

Mario Balotelli dituntut untuk bersikap lebih dewasa di Liga Italy

Selama musim lalu, saya menulis editorial yang menggaris bawahi potensi Mario Balotelli untuk menjadi pemimpin AC Milan dan Gli Azzurri di masa depan.

Bukan hanya potensi lainnya sebagai pemain terbaik dunia, tapi juga sebagai pemain kulit hitam pertama yang sepenuhnya mewakili Italia. Pesona karismatiknya bisa menjadi wacana penting dalam perjuangan mewujudkan masyarakat yang multi-rasial di Italia.

Tak kurang, penghargaan dari Time Magazine dan Sport Illustrated untuk menjadikan Mario sebagaicover berkat isu terbarunya. Ia juga terlibat pembicaraan pribadi selama lima menit dengan seorang Paus, tatkala Timnas Italia dan Argentina mengunjungi Vatikan dalam rangka pertandingan persahabatan di Roma.

Fakta-fakta mengesankan yang telah disebutkan di atas, seakan membuat kita heran dengan perilaku Balotelli dalam sepekan terakhir. Dalam dua pertandingan menghadapi PSV Eindhoven dan Hellas Verona, ia memberi kesan bahwa dirinya lebih rela menjadi “korban” ketimbang melakukan aksi spektakulernya sebagai pesepakbola profesional.

309037hp2

Mario Balotelli | Kala Milan kalah atas Verona di pekan perdana Serie A 2013/14

Lebih buruk lagi, ia menjadi pembangkit amarah para pendukung Hellas Verona, kala Milan melakoni laga perdana Serie A menghadapi klub tersebut. Tiga tahun lalu, setelah pertandingan melawan Chievo Verona, Balotelli sempat melontarkan komentar pedas terhadap pendukukung Tim Keledai Terbang. “Para tifosi sepakbola [merujuk pada tifosi Chievo] sungguh menjijikkan.” Tahun ini, sebelum pertandingan ia kembali melontarkan pernyataan provokatif lewat akun twitternya, “Tifosi Verona… biarkan saya memperkenalkan seseorang dari Brescia!” Merujuk pada kota di mana ia dibesarkan, yang tak lain adalah rival utama Verona.

Memang benar jika para tifosi Chievo dan Verona memiliki sejarah buruk terkait sikap mereka yang gemar melempar hinaan bernada rasis. Tapi jelas, komentar Super Mario tak akan membuat keadaan jadi lebih baik.

Faktanya kali ini, para tifosi Verona sanggup menang atas Balotelli. mereka terus meneriaki Balo dengan nada sinis ketika ia terjatuh atau melewatkan kesempatan mencetak gol. Bahkan tim kesayangan mereka sanggup menghabisi Milan dengan skor 2-1. Rossonerri jadi satu-satunya tim besar yang gagal meraih kemenangan di pekan perdana.

Sebagai klub, Milan kini dihadapkan pada masalah yang serius: presiden mereka Silvio Berlusconi sedang menghadapi tuntutan hukum. Hal itu bakal berdampak pada kesimbangan tim, terutama masalah ekonomi. Bakal sulit melihat Milan mampu mendatangkan deretan pemain bintang ke San Siro, seperti dahulu.

Dalam konteks ini, segala biaya dan gaji Balotelli bakal memeras beban biaya Milan sebesar €60 juta, dalam empat setengah tahun ke depan. Harga tersebut menjadi representasi harapan Milan terhadap dirinya, agar mampu menopang mereka untuk terus berada di level tertinggi.

Dia merupakan seorang pria yang sanggup menjadi simbol kebanggaan dalam situasi sulit yang sedang dihadapi oleh salah satu klub terbaik di dunia. Atau kita juga bisa menyebutnya sebagai pria yang bisa menyeret seluruh rekan setimnya ke dalam – maaf – situasi dalam sepekan terakhir.

Dengan gelaran Piala Dunia yang sudah menuggu di akhir musim, ini jadi saat pembuktian “make-or-break” bagi Balotelli.

Bukan hanya bagi para Milanisti, tapi juga seluruh pecinta sepakbola yang berharap musim ini jadi musim kematangan seorang Balotelli. Memainkan sepakbola secara konsisten dan tak menghancurkannya, lebih dari segalanya – menjadi pemuda yang mampu tumbuh lebih matang dari apa yang sudah ia tunjukkan dalam beberapa tahun terakhir.

Mario bukan lagi bocah ingusan, dan tak ada lagi waktu untuk melontarkan pertanyaaan retorik yang terkenal “WHY ALWAYS ME?”